Saturday, 13 October 2012
Antara Akikah dan Kurban
Salah satu permasalahan yang sering mengemuka di tengah masyarakat ialah perihal akikah dan kurban. Dari kedua anjuran itu, manakah yang harus didahulukan? Terutama bila yang bersangkutan, misalnya, belum pernah melaksanakan akikah sama sekali. Apakah ia harus menunaikan akikah terlebih dulu, lalu berkurban?
Guru Besar Fikih Perbandingan Universitas Kuwait, Prof Sa'ad Mus'id Al-Hilali, menjelaskan masalah ini dalam laman Onislam.net. Ia memaparkan hukum dasar dari kedua anjuran itu. Ibadah kurban, menurut mayoritas ulama mazhab, ialah sunah. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat, kurban hukumnya wajib.Pendapat mayoritas mazhab yang terdiri atas Maliki, Hanbali, dan Syafi’i, berdasar pada hadis Ummu Salamah riwayat Muslim. Hadis riwayat Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas juga menegaskan hukum yang sama, yaitu berkurban bukan ibadah wajib, melainkan sunah.
Abu Hanifah merujuk hadis riwayat Abu Hurairah yang dinukil oleh Ahmad. Hadis itu menyebut, barang siapa yang leluasa rezekinya dan ia tidak berkurban maka ia Rasululllah SAW melarangnya mendekat masjid.Mayoritas ulama juga berpendapat yang sama soal hukum akikah. Menurut mereka, akikah hukumnya sunah. Sedangkan Abu Dawud Adz-Dzahiri, menyatakan hukum akikah wajib. Sebagian besar ulama melandasi pendapat mereka pada hadis riwayat Malik.
Hadis Ibnu Abbas dari Abu Dawud, Ibn Khuzaimah dan Ibn al-Jarud, juga dijadikan sebagai dalil. Abu Dawud Adz-Dzahiri memakai hadis Aisyah riwayat Turmudzi sebagai landasannya.
Prof Sa'ad yang juga pengajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, mengatakan dalam kasus di atas, maka yang bersangkutan berhak memilih manakah yang hendak ia dahulukan. Ini lantaran kedua ibadah adalah sunah. Bila ia lebih memilih kurban, pilihannya tersebut diperbolehkan. Berarti, ini berarti sesuai dengan kaidah al khuruj min al khilaf mustahab, keluar dari perbedaan sangat dianjurkan.
Apalagi, waktu akikah tidak terbatas seperti yang ditegaskan dalam hadis Buraidah. Di sisi lain, anjuran akikah diperuntukkan bagi sang ayah bukan untuk ibu atau anak.
Anjuran akikah tidak gugur menyusul kedewasaan seseorang. Selama mampu maka seorang ayah disunahkan mengakikahi anaknya. Apakah anak tetap harus mengakikahi dirinya sendiri? Menurut Ahmad, tidak perlu diakikahi lagi. Sementara menurut Atha' dan Al-Hasan Bashri, tetapi dianjurkan berakikah.
PenggabunganDari sini muncul pertanyaan, yaitu bolehkah menggabungkan niat akikah dan kurban? Bila hal itu diperbolehkan apakah secara otomatis kurban yang dilakukan sekaligus bisa menggugurkan anjuran akikah? Para ulama berbeda pandangan.
Menurut pendapat kelompok yang pertama, kurban yang ia tunaikan itu bisa sekaligus diniatkan akikah dan menggugurkan anjurannya. Pendapat ini merupakan opsi yang disampaikan oleh Mazhab Hanafi dan salah satu riwayat Ahmad. Dari kalangan tabi’in, Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, dan Qatadah, sepakat dengan pandangan ini.
Mereka berargumentasi, substansi kedua ibadah sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui sembelihan hewan. Keduanya bisa saling melengkapi dan mengisi. Kasus hukumnya sama ketika shalat wajib di Masjid disertai dengan niat shalat sunah tahiyyatal masjid. Mantan mufti Arab Saudi, Syekh Muhammad bin Ibrahim, mendukung opsi ini.
Menurut kubu yang kedua, kedua ibadah itu tidak boleh disatukan dan tidak bisa menggugurkan salah satunya. Kurban adalah kurban dan akikah adalah akikah. Pendapat ini disampaikan oleh Mazhab Maliki, Syafi’i, dan salah satu riwayat Mazhab Ahmad.
Alasan yang mereka kemukakan, yaitu masing-masing dari akikah dan kurban memiliki tujuan yang berbeda. Maka itu, satu sama lain tidak boleh digabung. Latar belakang dan motif di balik kesunahan kedua ibadah itu pun berseberangan. Jadi, kurang tepat disatukan. Misalnya, denda yang berlaku di haji tamattu' dan denda yang berlaku dalam fidyah.
Boleh dan saling menggugurkan:Mazhab Hanafi dan salah satu riwayat Ahmad. Dari kalangan tabi’in, Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, dan Qatadah.
Tidak boleh dan tidak saling menggugurkan:Mazhab Maliki, Syafi’i, dan salah satu riwayat Mazhab Ahmad.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment